Oleh: nirvana2005 | September 8, 2009

Lupa Makan atau Minum, Padahal lagi Puasa

lagi enak enaknya menjalankan ibadah puasa, udah bisa nahan makan dan minum dari pagi sampai sore. tiba tiba muncul keinginan berjalan ke belakang rumah (dapur), sudah tersedia aneka makanan, atau minuman, atau takjil untuk membatalkan puasa. secara gak sadar kita minum atau makan makanan yang tersedia, misal makan pisang goreng atau minum teh manis setengah gelas. waduh, baru inget kan lagi puasa……. gimana nich…

apabila salah seorang diantara kalian terlupa, lalu makan atau minum, maka hendaklah ia melanjutkan puasanya. karena sesungguhnya Allahlah yang telah memberinya makan dan memberinya minum (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika kita melakukannya tanpa sadar, lupa kalo kita sedang melakukan ibadah puasa, menurut hadist diatas kita masih diperbolehkan untuk melanjutkan puasanya. tapi kalo dari dasarnya kita sengaja untuk makan dan kita tau dan sadar bahwa kita sedang puasa, maka bisa dibilang puasa kita batal, karena makannya udah diniatin, bukan tanpa sadar saat kita nyomot makanan.

akan tetapi akan lebih baik bila kita dengan kesadaran kita, ini kan bulan puasa, gak usah lah mancing mancing pake jalan ke dapur, jalan ke tempat tempat makan atau minuman. hindarilah tempat tempat seperti itu, setan memang pandai mengelabuhi kita untuk membatalkan ibadah kita. singkirkanlah makanan, atau minuman dan mungkin permen dari hadapan kita, dari ruang kerja kita, dari jangkauan kita. jika masih terlihat, masih bisa dijangkau maka secara reflek sesuai kebiasaan kita, makan makanan tersebut insya allah bakal mampir ke mulut kita sebelum datangnya magrib.

yang masih menjadi perdebatan sampai saat ini adalah mencicipi rasa masakan, ketika ibu ibu atau kita sedang memasak, dan lagi puasa, pasti tidak puas dengan masakannya kalo belum mencicipi, belum sreg kalo belum merasakan walaupun dilidah. boleh atau tidak, batal atau tidak puasanya, wallahualam ….

tapi menurut saya pribadi, bila kita memasak untuk orang lain, untuk suami, untuk keluarga, memang sebaiknya masakan ini dicicipi terlebih dahulu, entah itu kurang atau kelebihan garam, kemanisan atau kurang manis, kurang asam atau terlalu asam. karena bila tidak dicicipi dan ternyata rasanya berantakan, maka akan menimbulkan pergunjingan, perdebatan, atau merendahkan satu sama lain atau bahkan menimbulkan kemarahan atau ketidak puasan pihak lain. ini justru lebih berbahaya dari pada setetes rasa. asalkan mencicipinya hanya setetes saja, tidak mencicipi satu mangkuk, dan kemudian diludahkan lagi sisa tetesan yang udah nyampek di lidah (tidak ditelan).

masalah diatas sebenarnya masih bisa diatasi bila kita mengikuti resep masakan yang ada, bukan memasak berdasarkan insting atau naluri. kalo orang kita kan memasak berdasarkan naluri, gula – garam – merica – cabe, dicampur berdasarkan pengalaman, kebiasaan. ini yang membuat pola memasak kita harus diicipi. udah pas atau belum, tambah ini tambah itu. coba kalo kita masak mie rebus masihkah kita menambah atau mengurangi takarannya, airnya berapa udah diatur, masak berapa lama udah diatur, tambahannya apa udah diatur dan rasa untuk sepuluh bungkus mie rebus insya allah rasanya sama. gak ada ceritanya orang masak mie rebus pake diicipi. kalo kita membuat kue tentu ada bahan bahan dan takarannya sesuai resep yang ada, bila kita mengikuti sesuai petunjuk insyal allah, rasa kue akan sama.
bila pola masak kita bener, maka kita gak perlu lagi mencicipi, atau memperdebatkan masalah incip – mencicipi.


Tinggalkan komentar

Kategori